Selepas mundur dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem),
pebisnis media Hary Tanoesoedibjo bergabung ke Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Muncul sepenggal tanya: mengapa Hanura?
Langkah politik Hary Tanoesoedibjo (HT) mulai
tersuar sejak bergabung dengan Partai Nasdem yang dibina Surya Paloh. Masuknya Hary ke Nasdem menerbitkan harapan baru untuk membesarkan partai ini. Dua raja
media yang berada di belakang Nasdem, menjadi sandaran harapan bagi banyak
kader dari sisi publisitas maupun logistik.
Namun, para kader dan simpatisan Nasdem lupa bertanya: apa yang sebenarnya menyatukan Hary dan Surya? Pertanyaan itu terjawab pada 21 Januari 2013 lalu. Faktanya, Hary dan Surya tak lagi akur. Nasdem yang baru saja dinyatakan lolos verifikasi Parpol oleh KPU mengalami perpecahan internal.
Hary Tanoesoedibjo menyatakan keluar dari Nasdem. Faktanya, hanya setahun HT berkiprah untuk Nasdem. HT yang menyandang jabatan ketua dewan pakar Nasdem mengaku tak sejalan lagi dengan Surya Paloh.
HT ingin Nasdem dijalankan oleh kelompok muda. Sedangkan, Paloh ingin mengambil alih partai dengan menjadi ketua umum.
Tak sampai sebulan, Hary kembali berpolitik. Selang
27 hari setelah keluar dari Nasdem, pada Minggu 17 Februari 2013, Hary
Tanoesoedibjo menyatakan bergabung dengan Partai Hanura yang diketuai Wiranto.
Pengusaha media yang berkantor di Kebon Sirih Jakarta Pusat ini rupanya terus ingin berpolitik. Pilihannya jatuh kepada Hanura. Partai non-pemerintah yang hanya mampu meraup 3.922.870 suara pada Pemilu Legislatif 2009 silam.
Dengan raihan sebanyak itu, Hanura harus puas berada di urutan ke-9 dengan persentase suara 3,77% saja.
Pengusaha media yang berkantor di Kebon Sirih Jakarta Pusat ini rupanya terus ingin berpolitik. Pilihannya jatuh kepada Hanura. Partai non-pemerintah yang hanya mampu meraup 3.922.870 suara pada Pemilu Legislatif 2009 silam.
Dengan raihan sebanyak itu, Hanura harus puas berada di urutan ke-9 dengan persentase suara 3,77% saja.
Keputusan Hary Tanoesoedibjo bergabung dengan Nasdem
lalu berpindah ke Hanura memperlihatkan pola yang sama. HT lebih memilih Parpol
yang beraliran nasionalis. Lebih dari itu, HT juga memilih Parpol yang
tergolong gurem alias kecil. Saat bergabung ke Nasdem, partai ini sedang dalam
persiapan untuk bisa lolos verifikasi KPU.
Nasdem belum teruji di arena Pemilu.
Butuh kerja keras agar Nasdem kian besar. Sadar butuh banyak logistik, pengurus
Nasdem mendapuk Hary sebagai ketua dewan pakar saat bos MNC ini menyatakan
bergabung.
Sebuah jabatan yang prestisius dan menentukan bagi seseorang yang selama ini dikenal tidak berpolitik.
Jabatan setinggi itu sangat mungkin tidak bisa didapatkan Hary jika bergabung dengan Parpol lain yang sudah tergolong besar dan memiliki sistem yang rapi dalam penjenjangan jabatan kepengurusan.
Sebuah jabatan yang prestisius dan menentukan bagi seseorang yang selama ini dikenal tidak berpolitik.
Jabatan setinggi itu sangat mungkin tidak bisa didapatkan Hary jika bergabung dengan Parpol lain yang sudah tergolong besar dan memiliki sistem yang rapi dalam penjenjangan jabatan kepengurusan.
Ambil contoh jika HT bergabung ke Partai Demokrat.
SBY selaku ketua pembina partai ini takkan merestui orang baru duduk di jabatan
penting jika orang yang bersangkutan tidak ikut mengeluarkan keringat untuk Partai
Demokrat.
Hal yang kurang lebih sama juga berlaku di Partai Golkar. Partai berlambang pohon beringin ini dikenal dengan sistem urut kacang bagi setiap kadernya yang ingin menduduki posisi tertentu.
Tiga Parpol besar lainnya yakni PKS, PKB, dan PAN sepertinya tak diminati HT. Maklumlah, ketiganya identik dengan partai Islam. Adapun HT sejauh ini kurang dikenal dekat dengan tokoh-tokoh Islam.
Hal yang kurang lebih sama juga berlaku di Partai Golkar. Partai berlambang pohon beringin ini dikenal dengan sistem urut kacang bagi setiap kadernya yang ingin menduduki posisi tertentu.
Tiga Parpol besar lainnya yakni PKS, PKB, dan PAN sepertinya tak diminati HT. Maklumlah, ketiganya identik dengan partai Islam. Adapun HT sejauh ini kurang dikenal dekat dengan tokoh-tokoh Islam.
Sebagai pengusaha ternama dan besar, HT tentu tidak
ingin menjadi pengurus Parpol di level rendah. Posisi penting di kepengurusan Parpol
menjadi pertimbangan tersendiri bagi HT untuk mendorong dirinya bergabung.
Dengan jabatan penting, HT bisa berperan pada ranah strategis dan berdampak
besar bagi kelangsungan hidup partai.
Keinginan tersebut rupanya diwadahi oleh Partai Hanura. Di partai ini, HT langsung mendapat posisi sebagai ketua dewan pertimbangan partai.
Keinginan tersebut rupanya diwadahi oleh Partai Hanura. Di partai ini, HT langsung mendapat posisi sebagai ketua dewan pertimbangan partai.
Langkah HT bergabung dengan Hanura dipastikan
menambah energi partai politik yang menargetkan 7,2% suara pada Pemilu 2014
mendatang.
Menurut Ketua Umum Hanura, dengan target tersebut, Partai Hanura akan dapat mendapatkan satu pada setiap daerah pemilihan untuk Dewan Perwakilan Rakyat. Peluang menambah perolehan suara ini seolah kian terbuka setelah HT bergabung dengan Hanura yang diikuti dengan sejumlah bekas kader Nasdem lainnya.
Dengan jabatan pentingnya di Hanura, Hary Tanoesoedibjo berjanji akan berjuang total membesarkan partai dengan nomor urut 10 pada Pemilu 2014 mendatang. Hary Tanoesoedibjo bahkan berjanji akan menyalurkan logistik bagi Hanura.
Menurut Ketua Umum Hanura, dengan target tersebut, Partai Hanura akan dapat mendapatkan satu pada setiap daerah pemilihan untuk Dewan Perwakilan Rakyat. Peluang menambah perolehan suara ini seolah kian terbuka setelah HT bergabung dengan Hanura yang diikuti dengan sejumlah bekas kader Nasdem lainnya.
Dengan jabatan pentingnya di Hanura, Hary Tanoesoedibjo berjanji akan berjuang total membesarkan partai dengan nomor urut 10 pada Pemilu 2014 mendatang. Hary Tanoesoedibjo bahkan berjanji akan menyalurkan logistik bagi Hanura.
Terlepas dari alasannya untuk berkontribusi terhadap
bangsa dan negara ini melalui partai politik, keputusan Hary bergabung dengan Hanura
ini kian menegaskan bahwa gizi (baca: uang atau dana) menjadi penentu terhadap
kelangsungan hidup sebuah Parpol. Ini diakui oleh semua pihak yang terjun
langsung ke partai politik.
Wiranto bahkan menilai, bergabungnya HT merupakan
darah segar bagi partainya. Di Hanura, HT lagi-lagi menjadi sandaran baru dari
sisi pendanaan untuk mengembangkan partai.
Seperti diketahui, sejauh ini belum ada nama besar pengusaha yang menambatkan hasrat berpolitiknya di Hanura. Tanpa pengusaha di sebuah Parpol yang sedang berkembang, maka tak akan ada darah yang bisa dipompa ke jantung Parpol. Tanpa darah, jantung Parpol akan terhenti denyutannya dan kemudian mati.
Seperti diketahui, sejauh ini belum ada nama besar pengusaha yang menambatkan hasrat berpolitiknya di Hanura. Tanpa pengusaha di sebuah Parpol yang sedang berkembang, maka tak akan ada darah yang bisa dipompa ke jantung Parpol. Tanpa darah, jantung Parpol akan terhenti denyutannya dan kemudian mati.
Tidak heran jika banyak pengurus Parpol diisi oleh
kalangan pengusaha. Dari sisi hak berpolitik warga negara, tidak ada larangan
bagi pengusaha untuk berpolitik. Namun, paduan kepentingan ekonomi dan politik
yang dimainkan pengusaha saat berpolitik patut menggugah kesadaran publik dan
media untuk senantiasa waspada dan curiga.
Sebab, kepentingan ekonomi pengusaha bisa dengan mudah dimainkan di ruang-ruang politik praktis seperti di parlemen, lobi-lobi, hingga kampanye terselubung yang mengatasnamakan perubahan untuk rakyat. Sebaliknya, kepentingan politik kerap menjebak pelakunya untuk mengutamakan kepentingan ekonomi bagi dirinya, partai, serta kelompoknya.
Sebab, kepentingan ekonomi pengusaha bisa dengan mudah dimainkan di ruang-ruang politik praktis seperti di parlemen, lobi-lobi, hingga kampanye terselubung yang mengatasnamakan perubahan untuk rakyat. Sebaliknya, kepentingan politik kerap menjebak pelakunya untuk mengutamakan kepentingan ekonomi bagi dirinya, partai, serta kelompoknya.
Bagi pengusaha media, kepentingan ekonomi dan
politik yang dipadukan bisa kian mengaburkan fungsi media massa yang
dimilikinya. Independensi media yang diharapkan lahir dari liberalisasi dan
demokratisasi di sektor media pada akhirnya menjadi kian kabur dan menebar bias
bagi publik.
Pemilik media yang berpolitik dengan mudah menggunakan medianya untuk menyuarakan kepentingannya. Ini dengan mudah bisa dilihat dari apa yang telah dilakukan oleh Surya Paloh dan Hary Tanoesoedibjo melalui pemberitaan dan iklan politik Nasdem di Metro TV dan televisi yang bernaung di MNC.
Hal yang sama juga dilakukan Abu Rizal Bakrie (ARB) dengan kampanye pencalonan presidennya melalui TV One. Bukan tidak mungkin Hary Tanoesoedibjo kelak akan meniru langkah ARB. Kepemilikan dan penguasaan media, jelas akan sangat menggoda HT untuk terjun langsung mempopulerkan dirinya di depan publik.
Pemilik media yang berpolitik dengan mudah menggunakan medianya untuk menyuarakan kepentingannya. Ini dengan mudah bisa dilihat dari apa yang telah dilakukan oleh Surya Paloh dan Hary Tanoesoedibjo melalui pemberitaan dan iklan politik Nasdem di Metro TV dan televisi yang bernaung di MNC.
Hal yang sama juga dilakukan Abu Rizal Bakrie (ARB) dengan kampanye pencalonan presidennya melalui TV One. Bukan tidak mungkin Hary Tanoesoedibjo kelak akan meniru langkah ARB. Kepemilikan dan penguasaan media, jelas akan sangat menggoda HT untuk terjun langsung mempopulerkan dirinya di depan publik.
Prediksi di atas, kemungkinan besar akan terjadi.
Publik Indonesia pada akhirnya akan dijejali iklan-iklan politik yang dimainkan
segelintir elit politik yang juga menjadi pemilik media.
Pada akhirnya pula, elit politik lebih sibuk menyajikan kampanye yang menggelorakan ajakan perubahan dan kemajuan. Sementara mereka lupa, di belakang para pemilik media ini ada ribuan pekerja yang sebagian besar belum merasakan dan perubahan dan kemajuan yang disuarakan.
Pada akhirnya pula, elit politik lebih sibuk menyajikan kampanye yang menggelorakan ajakan perubahan dan kemajuan. Sementara mereka lupa, di belakang para pemilik media ini ada ribuan pekerja yang sebagian besar belum merasakan dan perubahan dan kemajuan yang disuarakan.
Aktivitas kampanye publik dalam kemasan iklan
politik, tanpa disadari menyedot banyak biaya. Akibatnya, pemilik media sibuk
memoles diri di depan publik agar terlihat santun, baik, penuh perhatian,
simpatik serta beragam label positif lainnya.
Namun di belakang itu, kepentingan pekerja media yang dipimpinnya menjadi terabaikan. Mulai dari minimnya kenaikan gaji, pemotongan bonus, hingga penghapusan tunjangan karyawan.
Jadi, ada baiknya seluruh pengusaha yang terjun ke panggung politik sadar diri. Sejauh mana mereka mengubah dan memperbaiki taraf hidup karyawannya?
Bagi saya, memberikan contoh baik bagi karyawan jauh lebih baik ketimbang meniupkan angin surga kepada banyak orang yang belum tentu terbukti.
Namun di belakang itu, kepentingan pekerja media yang dipimpinnya menjadi terabaikan. Mulai dari minimnya kenaikan gaji, pemotongan bonus, hingga penghapusan tunjangan karyawan.
Jadi, ada baiknya seluruh pengusaha yang terjun ke panggung politik sadar diri. Sejauh mana mereka mengubah dan memperbaiki taraf hidup karyawannya?
Bagi saya, memberikan contoh baik bagi karyawan jauh lebih baik ketimbang meniupkan angin surga kepada banyak orang yang belum tentu terbukti.
Baca juga: Fakta Gaya Komunikasi Politik Jokowi
Bekas wartawan detikcom dan KBR 68H Jakarta. Kini menjadi
konsultan komunikasi dan meminati diskusi politik.
Komentar
Posting Komentar