Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November 9, 2008

Fakta Kebebasan Pers di Era Reformasi

Kebebasan pers seperti yang banyak diidamkan insan pers mulai terasa sejak Orde Baru yang dipimpin Suharto runtuh. Naiknya BJ. Habibie menggantikan Suharto rupanya diikuti oleh komitmennya untuk menjamin kebebasan pers. Secara khusus Habibie bahkan mengundang para pemimpin redaksi media massa untuk berdilaog langsung dengan dirinya di Istana Negara guna membicarakan masalah seputar pers. Pada saat itulah, pemerintah memutuskan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) tak bisa dicabut. Sementara itu urusan pembuatan SIUPP juga makin dipermudah. Iklim kebebasan pers yang tergolong kondusif terus berlangsung pada saat tampuk kekuasaan beralih ke Abdurrahman Wahid serta Megawati. Tak mengherankan kiranya, pada masa ketiga presiden ini jumlah media massa khususnya media cetak terus bertambah. Komitmen pemerintah untuk menjamin kebebasan pers juga terus disuarakan. Salah satunya pernyataan Presiden Megawati Soekarno Putri yang menjamin penegakan kebebasan pers di Indonesia. Hal it...

Fakta Kebebasan Pers di Masa Orla dan Orba

Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 tak lantas mengantarkan pers yang hidup di zaman itu merasakan kebebasannya. Di zaman kepemimpinan presiden Soekarno tercatat sejumlah surat kabar ditutup dan dilarang terbit karena dinilai berseberangan dengan Pemimpin Besar Revolusi. Pemberangusan terhadap pers memang masih memungkinkan pada waktu itu. Mengingat, sistem perundangan dan hukum yang dipakai di Indonesia pada masa-masa awal kemerdekaan masih mewarisi peninggalan Belanda. Beberapa pasal karet dengan mudah bisa diterapkan jika ada penerbitan pers yang tidak sesuai dengan kepentingan politik penguasa. Lima belas tahun setelah Indonesia merdeka, tradisi mengatur kebebasan pers dimulai. Berdasarkan Penetapan Presiden No 6/1960, Penguasa Perang Tertinggi (Peperti) diberi kekuasaan untuk memberlakukan Surat Izin Terbit (SIT) secara nasional. Penggunaan perizinan sebagai alat kendali pemerintah untuk meredam kebebasan pers terbukti ampuh. Perjuangan pe...

Fakta Kebebasan Pers di Zaman Kolonial

Sejak zaman penjajahan, Belanda memang mendorong memunculkan media, khususnya media cetak, untuk memberikan informasi bagi sebagian kecil kelompok masyarakat, di samping sebagai alat perjuangan. Upaya pemerintah yang berkuasa untuk mengontrol pers kiranya bisa ditilik sejak tahun 1904. Catatan sejarah menunjukkan Gubenur Jenderal Belanda yang berkuasa antara tahun 1904-1909, Van Heutsz bisa dikatakan merupakan tenaga penggerak di balik kebijakan baru berkenaan dengan pemberian informasi kepada pers. Ada dua alasan yang dapat dikemukakan untuk itu. Pertama, pengalamannya sebagai panglima di Aceh dalam masalah memberikan keterangan atau tidak kepada pers dengan masalah gejala delik pers, telah membuatnya akrab sekali dengan mekanisme pembentukan pendapat umum. Terutama masalah-masalah pengungkapan kekejaman tentara dalam surat kabar sangat menyedihkan hatinya, dan sering dianggapnya sebagai fitnah. Sehubungan dengan dengan itulah, Van Heutsz bicara tentang “surat-surat kabar Bat...