Sebagai salah satu kota besar di Pulau Jawa, Semarang punya
sejarah panjang. Ngomongin Kota
Semarang akan semakin menarik kalau kita mau membaca asal muasal kota yang satu
ini.
Kata ‘Semarang’ dipercaya berasal dari dua penyebutan yakni
asam dan arang. Saat itu, Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang yang
berasal dari Kesultanan Demak tengah membuka daerah baru yang kelak disebut
Pulau Tirang.
Keduanya membuka hutan, mendirikan pesantren dan
menyiarkan agama Islam. Lambat laun daerah tersebut berkembang dan semakin
subur. Seiring perkembangan itu, terlihat ada pohon asam yang tumbuh jarang-jarang atau disebut ‘arang’ dalam bahasa Jawa. Daerah itu
kemudian dinamai Semarang.
Selaku pembuka dan pendiri desa, Raden Pandan Arang kemudian
digelari Kiai Ageng Pandan Arang I. Penerusnya kemudian bergelar Kiai Ageng
Pandan Arang II.
Perkembangan Desa Semarang menarik perhatian Sultan
Hadiwijaya yang berkedudukan di Pajang. Setelah berkonsultasi dengan Sunan
Kalijaga, Desa Semarang ditingkatkan statusnya menjadi daerah setingkat kabupaten.
Pada 2 Mei 1547 Pandan Arang II dinobatkan menjadi Bupati Semarang yang pertama.
Kepemimpinan Pandan Arang II tak berlangsung lama. Sesuai
saran Sunan Kalijaga, Pandan Arang II diminta untuk meninggalkan urusan
duniawi. Pandan Arang II kemudian memilih tinggal di sebuah daerah perbukitan
di wilayah Klaten bernama Jabalekat (ada yang menulis Jabalkat). Di sana Pandan
Arang II menjadi penyiar Islam dengan julukan Sunan Tembayat.
Sesudah Bupati Pandan Arang mengundurkan diri, Raden Ketib,
Pangeran Kanoman atau Pandan Arang III menjadi Bupati Semarang dari 1553 hingga
1586. Secara berturut-turut jabatan bupati ini dipegang sejumlah nama hingga
menjelang masa kemerdekaan Republik Indonesia.
Sesudah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada 1949, jabatan
bupati diserahterimakan kepada M. Sumardjito. Pada 1952, Raden Oetoyo Koesoemo
menjabat Bupati Semarang hingga 1956. Saat itu, sebagai Bupati Semarang, Oetoyo
Koesoeme juga mengurusi kawasan luar Kota Semarang.
Sejak abad ke-18, Kota Semarang memiliki kawasan perdagangan
yang disebut dengan kawasan kota lama. Di masa itu, guna mengamankan warga dan
wilayahnya, dibangun benteng yang dinamai Vijhoek.
Untuk mempercepat jalur perhubungan antara ketiga pintu
gerbang di Benteng Vijhoek, pemerintah kolonial
Hindia Belanda membangun jalan penghubung yang dinamai Heeren Straat. Kini
jalan tersebut bernama Jalan Letjen Soeprapto.
Salah satu lokasi pintu Benteng Vijhoek
yang masih tersisa ialah Jembatan Berok yang dulunya disebut dengan De Zuider Por. Kawasan kota lama Semarang dulunya disebut Outstadt. Luas
kawasan ini sekira 31 hektar.
Secara geografis, kawasan ini terpisah dengan
daerah sekitarnya sehingga terlihat seperti kota tersendiri. Pada masanya,
kawasan ini mendapat julukan Little Netherland.
Merujuk pada Staatblat Nomor 120 tahun 1906, pemerintah
Hindia Belanda membentuk Gemeente. Sejak saat itu, Semarang dikepalai oleh
seorang burgemeester atau walikota. Sistem pemerintahan ini dipegang oleh
orang-orang Belanda dan berakhir pada 1942.
Sebagai kota tua, Semarang juga menjadi ajang pertempuran
antara pejuang kemerdekaan melawan tentara Belanda. Dua bulan setelah
proklamasi, terjadi pertempuran lima hari Semarang. Pertempuran ini terjadi sejak
15 sampai 20 Oktober 1945.
Di kawasan kota lama Semarang, terdapat 50 bangunan lama
yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Hingga catatan ini disajikan (November, 2016), Walikota
Semarang sudah berganti sebanyak 14 kali.
Ditulis berdasarkan paparan berjudul Selayang Pandang Kota Semarang Tahun 2012.
Baca juga Fakta Penulisan Buku Madilog
Baca juga Fakta Penulisan Buku Madilog
Komentar
Posting Komentar