Selasa 09 November 2010, pukul 13.18 WIB. Profesor Dr. Dedy N. Hidayat wafat. Beliau wafat setelah beberapa hari dirawat di ruang ICU RSCM Jakarta. Kabar terakhir yang terbetik, almarhum sempat membutuhkan donor darah golongan A dengan rhesus positif.
Kabar itu tersiar dari milis ke milis serta dari status beberapa orang di akun twitter. Wafatnya seorang Dedy N. Hidayat merupakan kehilangan besar bagi civitas akademika UI khususnya bagi fakultas ISIP.
Dosen yang sudah menyandang gelar guru besar itu hingga kini masih aktif mengajar. Bahkan, di program pasca sarjana komunikasi UI beliau masih menjadi dosen wali. Beberapa mahasiswa yang menjadi bimbingannya bahkan ada yang belum sempat bertemu dengan almarhum.
Di kalangan media, Dedy dikenal sebagai pakar komunikasi politik. Jika ditelusuri lewat google, sejumlah komentar almarhum yang sempat dimuat media akan dengan mudah ditemukan.
Di kalangan media, Dedy dikenal sebagai pakar komunikasi politik. Jika ditelusuri lewat google, sejumlah komentar almarhum yang sempat dimuat media akan dengan mudah ditemukan.
Pada 25 Januari 2009, beliau sempat menjadi tokoh yang diwawancarai secara khusus oleh Koran Tempo. Dengan judul berita: Iklan Politik Tak Beda Dengan Iklan Komersial, Pak Dedy membedah apa dan bagaimana komunikasi politik dari sisi teori dan praktiknya.
Pria kelahiran Malang 3 April 1953 ini sempat bercita-cita menjadi jurnalis. Tapi tawaran pertama yang datang kepadanya setelah lulus kuliah adalah menjadi pengajar di Universitas Indonesia. Tawaran itu pula yang kemudian mengantarkannya menjadi guru besar komunikasi. Konsistensinya di bidang akademik mengantarkan suami dari Wisni Bantarti ini menjadi Ketua Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi FISIP UI sejak 2005 lalu.
Selasa, 09 November 2010 tepat di hari Presiden AS Barrack Obama tiba di Indonesia, Profesor Dedy N. Hidayat meninggalkan kita semua. Bagi saya, Pak Dedy tak bisa dilepaskan dari Amerika. Karena dua gelarnya diraih di sana. S2-nya diselesaikan di Ohio University, Amerika Serikat. Adapun S3-nya diselesaikan University of Wisconsin.
Ucapan bela sungkawa terus mengalir kepada sang guru besar komunikasi. Kegiatan perkuliahan juga diliburkan selama 2 hari sebagai bentuk ungkapan berkabung kepada almarhum. Selamat jalan Pak Dedy. Semoga Allah SWT. Memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya.
Pria kelahiran Malang 3 April 1953 ini sempat bercita-cita menjadi jurnalis. Tapi tawaran pertama yang datang kepadanya setelah lulus kuliah adalah menjadi pengajar di Universitas Indonesia. Tawaran itu pula yang kemudian mengantarkannya menjadi guru besar komunikasi. Konsistensinya di bidang akademik mengantarkan suami dari Wisni Bantarti ini menjadi Ketua Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi FISIP UI sejak 2005 lalu.
Selasa, 09 November 2010 tepat di hari Presiden AS Barrack Obama tiba di Indonesia, Profesor Dedy N. Hidayat meninggalkan kita semua. Bagi saya, Pak Dedy tak bisa dilepaskan dari Amerika. Karena dua gelarnya diraih di sana. S2-nya diselesaikan di Ohio University, Amerika Serikat. Adapun S3-nya diselesaikan University of Wisconsin.
Ucapan bela sungkawa terus mengalir kepada sang guru besar komunikasi. Kegiatan perkuliahan juga diliburkan selama 2 hari sebagai bentuk ungkapan berkabung kepada almarhum. Selamat jalan Pak Dedy. Semoga Allah SWT. Memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya.
Komentar
Posting Komentar